Pages

Sunday, March 20, 2011

Balas Budi Burung Bangau

Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju.

Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku. "Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?". "Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda." Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku, "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun.

Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal.

Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang. "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi. "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.

"Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru. "Maafkan aku, ku mohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terabng keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.
(SELESAI)

http://www.dongengkakrico.com/dongeng/37-kumpulan-dongeng/58-balas-budi-burung-bangau.html

Aladin dan Lampu Ajaib

Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. "Kraak…" tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.

Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. "Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu", seru si penyihir. "Tidak, aku takut turun ke sana", jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebentuk cincin dan memberikannya kepada Aladin. "Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu", kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. "Cepat berikan lampunya !", seru penyihir. "Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar", jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya "Brak!" pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. "Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !", ucap Aladin.

Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. "Maafkan saya, karena telah mengejutkan Tuan", saya adalah jin cincin kata raksasa itu. "Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah." "Baik Tuan, naiklah belakangku, kita akan segera pergi dari sini", ujar jin cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. "Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan."

Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. "Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?", kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu. "Syut !" Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa jin lampu. "Sebutkanlah perintah Nyonya", kata si jin lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah,"kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami". Dalam waktu singkat jin Lampu membawa makanan yang lazat-lazat kemudian menghidangkannya. "Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saya dengan menggosok lampu itu", kata si jin lampu.

Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lalu seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. "Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya". Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. "Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku." Raja amat senang. "Wah..., anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta puteriku".

Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta jin lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian jin lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. "Tuan, ini Istananya". Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. "Maukah engkau menjadikan anakku sebagai isterimu ?", Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.

Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, "tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !". Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan jin lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.

Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil jin cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. "Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku", seru Aladin. "Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar jin lampu," ujar jin cincin. "Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau kesana", seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. "Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum arak", ujar sang Puteri. "Baik, jangan bimbang aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang", jawab Aladin.

Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib menyembul dari poketnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya. "Singkirkan penjahat ini", seru Aladin kepada jin lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi jin lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas. "Terima kasih jin lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke Persia". Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari jin lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.
(SELESAI)

Telah diubahsuai berdasarkan laman ini : http://www.dongengkakrico.com/dongeng/37-kumpulan-dongeng/55-aladin-dan-lampu-ajaib.html

Saturday, March 19, 2011

Batu Menangis


PDFPrintE-mail
Legenda Rakyat Kalimantan.
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Nak, kemarin kan kau baru beli baju baru. Pakailah yang itu saja. Lagipula uang ibu hanya cukup untuk makan kita dua hari. Nanti kalau kau pakai untuk membeli baju, kita tidak bisa makan nak!” kata ibunya mengiba.
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
Terpaksa sang ibu memberikan uang yang diminta anaknya itu. Dia memang sangat sayang pada anak semata wayangnya itu.
Begitulah, hari demi hari sang ibu semakin tua dan menderita. Sementara Darmi yang dikaruniai wajah yang cantik semakin boros. Kerjaannya hanya menghabiskan uang untuk membeli baju-baju bagus, alat-alat kosmetik yang mahal dan pergi ke pesta-pesta untuk memamerkan kecantikannya.
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
Ibunya hanya memandang anaknya dengan sedih lalu mengiyakan.
Akhirnya mereka pun berjalan beriringan. Sangat ganjil kelihatannya. Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal dan dibelakangnya ibunya yang sudah bungkuk memakai baju lusuh yang penuh tambalan. Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri. Namun ditahannya rasa dukanya di dalam hati.
Kejadian itu berulang terus menerus sepanjang perjalanan mereka. Semakin lama hati si ibu semakin hancur. Akhirnya dia tidak tahan lagi menahan kesedihannya. Sambil bercucuran air mata dia menegur anaknya.
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Usai mengucapkan kata-kata kasar tersebut Darmi dengan angkuh kembali meneruskan langkahnya.
Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan, “Oh Tuhanku! Hamba tidak sanggup lagi menahan rasa sedih di hatiku. Tolong hukumlah anak hamba yang durhaka. Berilah dia hukuman yang setimpal!”
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
“Ibu, tolong Darmi bu! Maafkan Darmi. Aku menyesal telah melukai hati ibu. Maafkan aku bu! Tolong aku…” teriaknya. Ibu Darmi tidak tega melihat anaknya menjadi batu, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Nasi sudah menjadi bubur. Kutukan yang terucap tidak bisa ditarik kembali. Akhirnya dia hanya bisa memeluk anaknya yang masih memohon ampun dan menangis hingga akhirnya suaranya hilang dan seluruh tubuhnya menjadi batu.
(SELESAI)

Tuesday, March 8, 2011

Pengajaran Dari Sebiji Tembikai

Pada suatu hari, seorang ahli sufi yang masyhur bernama Syaqiq Al-Balkhir telah membeli sebiji tembikai. Kemudian dia membawa tembikai itu pulang dan diberikan kepada isterinya. Apabila isterinya membelah tembikai itu untuk dimakan, ternyata buah tembikai itu tidak elok, maka marah-marahlah isteri Syaqiq dengan keadaan tersebut.

Maka bertanyalah Syaqiq kepada isterinya: "Kepada siapa engkau tujukan marahmu itu, adakah kepada penjual, pembeli, penanam atau Pencipta buah tembikai itu?." Terdiam isterinya mendengar pertanyaan tersebut. Kemudian Syaqiq teruskan lagi kata-katanya: "Adapun si penjual, sudah tentu mahu jualannya terdiri daripada barangan yang terbaik. Adapun si pembeli juga sudah tentu mahu membeli barang yang terbaik juga. Bahkan si penanam juga sudah tentu berharap hasil tanamannya yang terbaik juga. Maka ternyatalah marahmu ini engkau tujukan kepada Pencipta buah tembikai ini. Maka bertaqwalah engkau kepada Allah dan redhalah dengan segala ketentuan-Nya."

Maka menangislah isteri Syaqiq. Lalu bertaubat dan iapun redhalah dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT.


Source : http://jombelajarlagi.blogspot.com/

KISAH ANAK DENGAN POHON EPAL

Saya tertarik dengan suatu cerita teladan..Cerita panglipulara yang pernah saya dengar sewaktu kecil-kecil dahulu…

Kisah pohon epal..
“Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon epal yang amat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon epal ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan epal sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon epal tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon epal itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu…

Anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon epal tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.” Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja itu.” Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, “

Kalau begitu, petiklah epal-epal yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan wang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua epal dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon epal itu merasa sedih. Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.

Pohon epal itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.”Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan wang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah kau menolongku?” Tanya anak itu.”

Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon epal itu memberikan cadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?” tanya lelaki itu.”

Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira,” kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu.”

Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nadapilu.”
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tuaitu.”

Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon epal itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut.

Sebenarnya, pohon epal yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.”

http://hazis.wordpress.com/cerita-cerita-teladan/

SI-SOPAK, SI-BOTAK DAN SI-BUTA

Pada suatu hari Allah memerintahkan malaikat bertemu dengan tiga orang Bani Israil. Ketiga-tiga mereka cacat; seorang botak, seorang sopak dan seorang lagi buta. 
Malaikat yang menyamar seperti manusia itu bertanya si-sopak "Jika Allah hendak kurniakan sesuatu untuk kamu, apakah yang kamu mahu?" Si-sopak menjawab, "Saya mahu kulit saya sembuh seperti biasa dan diberi kekayaan yang banyak." Dengan takdir Allah, kulitnya kembali sembuh dan dikurniakan rezeki yang banyak. 
Kemudian malaikat bertanya si-botak soalan yang sama. Si-botak menjawab, "Saya mahu kepala saya berambut semula supaya kelihatan kacak dan diberikan harta yang banyak." Tiba-tiba, dengan kurnia Allah si-botak itu kembali berambut dan diberikan harta yang banyak. 
Selepas itu malaikat bertanya si-buta pertanyaan yang sama. Si-buta menjawab, "Saya hendak mata saya dicelikkan semula dan diberikan harta yang banyak." Dengan takdir Allah, mata si-buta menjadi celik dan dikurniakan kekayaan yang melimpah. 
Selang beberapa bulan, Allah memerintahkan semula malaikat untuk berjumpa dengan ketiga-tiga orang cacat itu. Kali ini malaikat menyamar sebagai peminta sedekah. Dia berjumpa dengan orang pertama yang dulunya sopak dan meminta sedikit wang. 'Si-sopak' itu tidak menghulurkan sebarang bantuan malah mengherdik malaikat. Malaikat berkata, "Saya rasa saya kenal kamu. Dulu kamu sopak..dan miskin. Allah telah menolong kamu." Si-sopak tidak mengaku. Dengan kuasa Allah, si-sopak yang sombong itu bertukar menjadi sopak semula dan bertukar menjadi miskin. 
Kemudian malaikat berjumpa dengan si-botak yang telah menjadi kaya dan berambut lebat. Apabila malaikat meminta bantuan, si-botak juga enggan membantu, malahan dia tidak mengaku bahawa dia dulu botak. Oleh sebab sombong dan tidak sedar diri, Allah menjadikan kepalanya botak semula dan bertukar menjadi miskin. 
Malaikat berjumpa dengan orang buta yang telah diberikan penglihatan. Apabila malaikat meminta bantuan, si-buta memberikan keseluruhan hartanya dan berkata, "Ini semua harta pemberiaan Allah. Ambillah kesemuanya. Mata saya yang kembali celik ini adalah lebih berharga daripada kesemua harta ini." Malaikat tidak mengambil pemberian itu. Dia memberitahu bahawa dia adalah malaikat yang pernah datang dulu. Kedatangannya kali ini ialah untuk menguji siapa di antara mereka bertiga yang bersyukur. 
Si-buta yang bersyukur itu terus dapat menikmati kekayaan dan penglihatannya. Manakala si-sopak dan si-botak kekal dengan keadaannya yang asal. 
 
 
MORAL & IKTIBAR 
  • Allah mengurniakan kesenangan dan keselesaan adalah sebagai ujian untuk melihat siapakah di antara mereka yang bersyukur
  • Manusia yang bersyukur Allah akan tambah kurniaan sebaliknya manusia yang kufur akan diazab oleh Allah
  • Manusia seringkali lupa daratan apabila diberikan kemewahan dan kesenangan
  • Sangat sedikit hamba Allah yang bersyukur
  • Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, dia tidak akan bersyukur kepada Allah
  • Allah memberi kurnia kepada sesiapa yang dikehendakiNya dan menarik nikmat daripada siapa sahaja yang dikehendakiNya
    Sifat syukur adalah satu sifat yang terpuji, sebaliknya kufur (kufur nikmat) adalah sifat yang dicela oleh Allah. 

UNTA MENJADI HAKIM

Pada zaman Rasulullah s.a.w, ada seorang Yahudi yang menuduh orang Muslim mencuri untanya. Maka dia datangkan empat orang saksi palsu dari golongan munafik. Nabi s.a.w lalu memutuskan hukum unta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan Muslim itu sehingga orang Muslim itu kebingungan. Maka ia pun mengangkatkan kepalanya menengadah ke langit seraya berkata,"Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak mencuri unta itu."

Selanjutnya orang Muslim itu berkata kepada Nabi s.a.w, "Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan dari unta ini."

Kemudian Nabi s.a.w bertanya kepada unta itu, "Hai unta, milik siapakah engkau ini ?"

Unta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang, "Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu adalah dusta."

Akhirnya Rasulullah s.a.w berkata kepada orang Muslim itu, "Hai orang Muslim, beritahukan kepadaku, apakah yang engkau perbuat, sehingga Allah Taala menjadikan unta ini dapat bercakap perkara yang benar."

Jawab orang Muslim itu, "Wahai Rasulullah, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dahulu aku membaca selawat ke atas engkau sepuluh kali."

Rasulullah s.a.w bersabda,

"Engkau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari seksaan di akhirat nantinya dengan sebab berkatnya engkau membaca selawat untukku."

Memang membaca selawat itu sangat digalakkan oleh agama sebab pahala-pahalanya sangat tinggi di sisi Allah. Lagi pula boleh melindungi diri dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dalam kisah tadi, orang Muslim yang dituduh mencuri itu mendapat perlindungan daripada Allah melalui seekor unta yang menghakimkannya.

Bawang Merah dan Bawang Putih

Pada zaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit tenat dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Anak Kambing dan Serigala



Seekor anak kambing yang sangat lincah telah ditinggalkan oleh penggembalanya di atas atap jerami kandang untuk menghindari anak kambing itu dari bahaya. Anak kambing itu mencari rumput di pinggir atap, dan saat itu dia melihat seekor serigala dan memandang serigala itu dengan raut muka yang penuh dengan ejekan dan dengan perasaan yang penuh kemenangan, dia mulai mengejek serigala tersebut, walaupun pada saat itu dia tidak ingin mengejek sang Serigala, tetapi karena dia merasa serigala tersebut tidak akan dapat naik ke atas atap dan menangkapnya, timbullah keberaniannya untuk mengejek.

Serigala itupun menatap anak kambing itu dari bawah, "Saya mendengarmu," kata sang Serigala, "dan saya tidak mendendam pada apa yang kamu katakan atau kamu lakukan ketika kamu diatas sana, karena itu adalah atap yang berbicara dan bukan kamu."

Jangan kamu berkata sesuatu yang tidak kamu ingin katakan terus menerus

Burung Bangau Dengan Seekor Ketam

Pada zaman dahulu terdapat sebuah tasik yang sangat indah. Airnya sungguh jernih dan di dalamnya ditumbuhi oleh pokok-pokok teratai yang berbunga sepanjang masa. Suasana di sekitar tasik tersebut sungguh indah. Pokok-pokok yang tumbuh di sekitarnya hidup dengan subur. Banyak burung yang tinggal di kawasan sekitar tasik tersebut. Salah seekornya adalah burung bangau. Manakala di dalam tasih hidup bermacam-macam ikan dan haiwan lain. Ada ikan telapia sepat, kelah, keli, haruan dan bermacam-macam ikan lagi. Selain daripada ikan,terdapat juga ketam dan katak yang turut menghuni tasih tersebut.

Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menangkap ikan yang datang berhampiran dengannya.

Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaanya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".

Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasih ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- ngangukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.

Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasih begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.

Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatanya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.

Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucakpan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.

PUTERI SAADONG BERAKHIR DI BUKIT MARAK?

Pemerintahan Puteri Saadong dikatakan berakhir pada kira-kira menjelang kurun ke-18, di akhir-akhir pemerintahan baginda tidak langsung disebut baik mana-mana juga buku sejarah, bahkan cerita-cerita lisan dari penduduk-penduduk negeri Kelantan pun tidak didapati, puas juga saya menjelajah keseluruh negeri Kelantan, ke Kampung-kampung yang jauh di pendalaman dan pernah juga saya menajalankan kajian di bukit Marak yang dikatakan tempat akhir sekali Puteri Saadong bersemayam tidak saya temui bahan-bahan yang boleh menolong mengesan lingkaran sejarahnya yang berikut.

Dengan berakhirnya pemerintahan Raja Abdul Rahim yang menggantikan pemerintahan Raja Abdullah di Kota Mahligai dan juga pemerintahan Puteri Saadong di Bukit Marak maka muncul semula pemerintahan di Jembal, iaitu pemerintahan Sultan umar (Raja Umar), baginda ini ialah adik kepada Raja Loyor, dan pangkat bapa saudara pula kepada Puteri Saadong.

Pemerintahan baginda ini dikatakan bermula pada tahun 1675, baginda mempunyai beberapa orang putera dan puteri, putera sulung baginda bernama Raja kecil Solong yang dirajakan di Kota Teras (di Kampung Teras dekat Kampung Mentuan), seorang lagi putera baginda bernama Raja Ngah atau dipanggil juga Raja Hudang memerintah di Tebing Tinggi Pusaran Buah (Kampung Tanjung Chat), seorang puteri Sultan Umar bernama Raja Pah telah berkahwin pula dengan Tuan Besar Long Bahar seorang putera raja yang datang dari Patani (dalam negeri Thai).

Mengenai Tuan Besar Long Bahar pula menurut Ringkasan Cetera Kelantan yang ditulis oleh Datuk Paduka Raja Kelantan Nik Mahmud bin Ismail adalah putera Wan Daim ataudisebut juga Datuk Pangkalan Tua, raja dari negeri Petani yang zuriatnya berasal dari keturunan anak-anak Raja Bugis bernama Paqih Ali.

Tuan Besar Long Bahar mempunyai beberapa orang saudara iaitu Tuan Solong Kelantan, Tuan Senik Genting dan Datuk Pasir Petani. Oleh kerana terjadinya perselisihan keluarga maka Tuan Besar Long Bahar telah merantau ke Negeri Kelantan dengan membawa bersama seorang putera yang bernama Long Sulaiman, dan di Kelantan Long Besar berkahwin pula dengan Raja Pah puteri Sultan Umar, kemudian Tuan Besar Long Bahar berpindah membuka sebuah tempat yang diberi nama Kota Kubang Labu (dalam Wakaf Baru sekarang).

Dalam tahun 1721 Sultan Umar telah mangkat dan baginda inilah juga yang disebut atau digelar raja Udang yang mana makamnya terdapat masa ini didalam kawasan sawah padi kira&127;&127;&127;&127;-kira dua rantai jauhnya dari sekolah Rendah Kebangsaan Kedai Lalat, begitu juga dengan Raja Bahar kekanda baginda yang memerintah Jembal yang mangkat pada tahun 1675 yang digelar raja ekor yang makamnya terdapat sekarang ini dikampung Tok kambing, Mukim Sering dekat Kota Bharu.

Dengan kemangkatan Sultan umar makam putera sulung baginda yang bernama Raja Kecil Solong yang sedang memerintah di Kota Teras tidak mahu mengambil alih pemerintahan di Jembal dari ayahndanya, dan dengan persetujuan baginda jugalah lalu diangkat adik iparnya iaitu Tuan Besar Long Bahar menjadi raja di Jembal, dan dengan itu Kota Kubang Labu diserahkan kepada pemerintahan putera baginda yang bernama Long Sulaiman, putera ini ialah dari isteri baginda di Patani.

Apabila pemerintahan Jembal dan juga pemerintahan di Kota Kubang Labu terserah kepada pemerintahan Tuan Besar Long Bahar dan putera baginda maka berakhirlah satu peringkat pemerintahan yang berasal dari zuriat Raja sakti yang memerintah Jembal, dan pada peringkat ini pula maka zuriat keturunan dari Tuan Besar Long Baharlah yang memerintah Jembal juga Kota Kubang Labu keturunan dari Tuan Besar Long Bahar ini jugalah asalnya raja-raja yang memerintah Negeri Kelantan hingga sekarang ini.

Dalam tahun 1977 dan seterusnya hingga tahun-tahun yang kemudian saya telah menjalankan kajian dibeberapa tempat disekitar Kedai Lalat yang letaknya kira-kira 7 batu dari bandar Kota Bharu, di kampung tersebut terletaknyamakam-makam Raja Loyor , iaitu ayahnda Puteri Saadong, menurut cerita dari penduduk-penduduk kampung sekitar yang saya dapati bahawa pada suatu ketika dulu terdapat beberapa orang siam yang datang untuk mengorek makam tersebut, kononya orang siam tersebut bermimpi bahawa didalam makam tersebut terdapat sebilah keris yang dianggap keramat atau mempunyai kuasa ghaib, begitu juga saya diberitahu pernah disuatu ketika ada orang-orang mencuri serpihan batu nisannya yang dibuat dari batu marmar, beberapa hari kemudian serpihan itu dipulangkan semula, menurut orang yang mengambil serpihan tersebut bahawa ia sering diganggu mimpi yang menakutkan.

Makam Raja Udang atau Sultan Umar mempunyai beberapa kepercayaan pula, makam ini terletak tidak jauh dari Masjid Kedai Lalat, waktu saya melawat ke makam tersebut saya dapati ada sebuah batu besar yang disebut batu hampar terletak berdekatan dengan makam tersebut, orang kampung disekitar ada yang percaya batu tersebut mempunyai kuasa-kuasa ghaib, batu tersebut sepanjang tiga kaki dan lebarnya lebih kurang dua kaki, tebalnya kira-kira enam inci (6 inci), tidak sesiapa yang berani mengambil batu tersebut walaupun pada hemah saya batu tersebut sangat baik dibuat tempat membasuh kain baju, saya percaya batu tersebut digunakan untuk membuat binaan makam, boleh jadi kerana besarnya tidak mencukupi maka lalu ditinggal begitu saja.

Saya juga telah melawat sebuah makam lagi di Kampung Tok Kambing iaitu kira-kira sebatu jauhnya dari Kedai Lalat, makam tersebut ialah dikenali sebagai makam Raja Ekor atau Raja Bahar, makam ini terdapat binaan yang dibuat dari batu pejal, sungguh menarik kerana terdapat ukiran yang terpahat, ukiran tersebut menggambarkan seekor burung (boleh jadi Burung Bangau) sangat menghairankan saya kerana biasanya perkuburan islam tidak menggambarkan benda-benda hidup saperti haiwan-haiwan.

Pahat yang berbentuk burung biasanya mempunyai pengaruh-pengaruh dari utara terutama dari Negeri China (meliputi negeri-negeri di Indo-China), adakah Raja Ekor ini seorang raja yang berasal dari Indo-China ataupun boleh jadi batu makam tersebut sengaja ditempa di Chempa (Republik Khamer) yang waktu di zaman dulu adalah pernah menjadi sebuah kerajaan yang umat islam dan pengaruh islam. Inilah satu perkara yng ahli-ahli penyelidik harus menjalankan pula satu kajian yang lebih mendalam, seelok-eloknya meninjau pula kenegri-negeri di Indo-China untuk melihat makam-makam Islam di zaman dulu yang banyak terdapat di negara tersebut, dapatlah dibuat perbandingan dengan makam-makam raja-raja Jembal yang terdapat di Kelantan terutama makam Raja Ekor yang masih menjadi mesteri.

PUTERI SAADONG BUNUH SUAMI KERANA CEMBURU.

Catitan Ibnu Batutah tentang negeri yang disebut Kilu-Kerai itu kurang jelas, baik tentang letak negeri tersebut dan juga gaya pemerintahan Raja Perempuan yang disebut Urd-uja itu, ialah satu perkara yang sangat rumit dapat dikesan oleh pakar-pakar sejarah.

Dengan keterangan yang sebegitu sedikit maka kita tidaklah boleh memberi kata putus bahawa Kilu-Kerai itulah yang sebenarnya Kuala Kerai yang terdapat di Negeri Kelantan sekarang ini, walau bagaimanapun perkara ini boleh diselesaikan jika sekiranya ada pakar-pakar sejarah yang betul-betul menjalankan penyelidikan khas mengenai perkara tersebut.

Dari beberapa keterangan yang diperolehi yakni berdasarkan dari hikayat-hikayat lama dan juga lain-lain catitan sejarah, adalah Negeri Kelantan telah wujud pemerintahan beraja yang berteraskan agama Islam pada kira-kira awal kurun ke 15, dikatakan raja yang mula-mula memerintah Kelantan yang dapat dikesan ialah Maharaja K'Umar atau disebut juga Raja K'Umar, pemerintahan baginda adalah sekitar tahun masehi 1411, tidak diketahui dimana letaknya pusat pemerintahan baginda, sesetengah ahli sejarah tempatan percaya pusat pemerintahan baginda terletak di Pulau Sabar, iaitu sebuah pulau yang terletak di tengah sungai Kelantan berhampiran dengan Kampung laut, pulau tersebut pada masa ini telah tenggelam.

Selepas pemerintahan K'Umar muncul pula pemerintahan Sultan Iskandar, pemerintahan baginda berakhir pada tahun 1465 masehi kerana dibinasakan oleh Angkatan Perang Siam (Thai), kononnya baginda dan lebih 100,000 rakyat Kelantan telah dapat ditawan dan dibawa kenegeri Siam, tidaklah diketahui tentang nasib raja tersebut adakah baginda mangkat di Siam atau juga dihantar pulang ke Kelantan.

Kira-kira pada tahun masehi 1477 sebuah angkatan perang dari Melaka yang diperintah oleh Sultan Mahmud telah datang menyerang dan mengalahkan Kelantan, Sultan Mansur iaitu Sultan Kelantan telah dapat ditawan, begitu juga ditawan ketiga-tiga puteri baginda iaitu Puteri Unang Kening, Cubak dan Cuban. Puteri Unang Kening yang paling jelita itu kemudian diperisterikan oleh Sultan Mahmud Shah, maka setelah Sultan Mansur Shah mengaku tunduk kepada pemerintahan Melaka lalu baginda diangkat semula menjadi sultan Kelantan, sejak itu negeri Kelantan dikira sebagai jajahan takluk Melaka.

Sultan mansur Shah mangkat pada kira-kira tahun masehi 1526, putera baginda yang bernama Raja Gombak telah dilantik menjadi pemerintah Kelantan, baginda bersemayam di Pulau sabar juga, dalam tahun 1548 Raja Gombak telah mangkat dengan tidak meningggalkan zuriat, oleh itu anak saudara baginda yang bernama Raja Ahmad telah dilantik menjadi pemerintah Kelantan, baginda bergelar Sultan Ahmad, menurut beberapa punca sejarah Sultan Ahmad ini mempunyai seorang puteri yang sangat jelita yang bernama Puteri Cik Wan Kembang, dan sewaktu Sultan Ahmad mangkat puteri ini masih kecil lagi, lalu dil;antik aeorang anak raja dari Johor yang bernama Raja Husain memangku raja dengan bergelar Sultan Husain.

Sultan Husain yang memerintah kelantan itu dikatakan mangkat pada tahun 1610, dengan itu lalu dilantik Cik wan Kembang menjadi pemerintah Kelantan. Raja perempuan Kelantan ini dikatakan berpindah dari Pulau Sabar ke sebuah tempat yang sangat jauh di pendalaman iaitu Gunung Cinta Wangsa (terletak kira-kira 27 batu ke tenggara Kuala Kerai).

GANJIL

Mengapa baginda berpindah begitu jauh dari tebing sungai Kelantan adalah satu perkara yang sungguh ganjil, biasanya pemerintahan raja-raja di zaman dahulu adalah memilih tempat-tempat yang berhampiran dengan sungai, kerana sungailah yang menjadi jalan dan perhubungan yang penting ketika itu.

Harus jugalah pada fikiran raja perempuan itu bahawa tempat tersebut lebih selamat dan tenteram dari apa juga gangguan luar, terutama sekali gangguan dari pemerintahan Siam yang dianggap kuasa yang teragung ketika itu.

Dalam jangka yang sama di zaman pemerintahan Cik Wan Kembang, atau pada pedagang-pedagang bangsa Arab disebut Cik Siti (Cik Siti wan Kembang), maka di Negeri Kelantan telah wujud sebuah lagi pemerintahan beraja yang berpusat di Jembal (Kedai lalat sekarang iaitu kira-kira 6 batu dari bandar Kota Bharu). raja yang memerintah disitu bernama Raja Loyor putera Raja Sakti yang berasal dari Kedah.

Ada sesetengah ahli sejarah tempatan berpendapat yang Raja Loyor berkahwin dengan Namng Cayang yang dikatakan seoarang raja perempuan Pattani yang melarikan diri ke Kelantan, dari perkahwinan itu mereka beroleh seorang puteri yang diberi&127; nama Puteri Saadong, Puteri Saadong inilah yang kemudiannya diambil oleh Cik Siti Wan Kembang menjadi anak angkatnya, kerana baginda sendiri tidak mempunyai anak. Puteri Saadong pula berkahwin denban sepupunya yang bernama Raja Abdullah, kemudian Raja Abdullah telah dilantik menjadi raja di tempat yang bernama Cetak (dalam Jajahan Pasir Mas). Tidak lama di situ Raja Abdullah berpindah pula bersemayam di Kota Mahligai (dalam Daerah Melor sekarang).

Setelah Raja Abdullah dan Puteri Saadong berkerajaan di Kota Mahligai, maka Cik Siti Wan Kembang pun balik semula bersemayam di Gunung Ayam, setelah itu tidak lagi didapati cerita tentang Cik Siti Wan Kembang adakah baginda berpindah ke tempat lain atau mangkat di tempat tersebut.

Memanglah satu perkara yang sukar untuk mengesantentang kedudukan tempat semayam Cik Siti Wan Kembang yang sebenarnya, kerana di negeri Kelantan terdapatdua buah gunung yang bernama Gunung Ayam, sebuah terletak kira-kira 17 batu ke barat Gua Musang, gunung tersebut setinggi 2,945 kaki, terletak pula terlalu jauh dirimba yang sangat sukar dijalankan penyelidikan, sebuah lagi Gunung Ayam terletak dekat dengan sempadan negeri Terengganu iaitu kira-kira 15 batu ke timur laut Kuala Kerai, gunung tersebut setinggi 2,674 kaki, terletaknya pula jauh jauh ke dalam rimba. Gunung Ayam yang mana satu menjadi tempat dan pusat pemerintahan Cik Siti Wan Kembang.

Waktu saya melawat makam Tuan Tabal atau nama batang tubuhnya Tuan haji Abdul samad bin Muhammad, seorang tokoh pengembang agama Islam yang terkenal di negeri Kelantan, yang meninggal dunia pada tahun 1891 dan dan dimakamkan di perkuburan Banggul, jalan ke Pantai Cahaya Bulan (Pantai Cinta Berahi), saya juga telah diberitahu oleh Encik Nik Abdul Rahman bin Nik Dir yang memandu saya ke makam tersebut bahawa tidak berapa jauh dari makam Tuan Tabal itu terdapat sebuah makam lama yang sangat cantik dibina dari batu pejal serta berukir pula, makam tersebut orang-orang Banggul menyebut Makam Cik Siti, saya juga telah makam tersebut, kesimpulannya dari kajian saya tidak syak lagi makam tersebut adalah sebuah makam lama dari seorang perempuan yang dari keturunan raja-raja atau orang-orang besar juga, dan seni ukir pada binaan makamnya menggambarkan seni ukir yang hampir persamaannya dengan makam-makam di jembal dan juga makam-makam di permakaman DiRaja Langgar, adakah ini yang sebenarnya makam Cik Siti Wan Kembang adalah satu perkara yang sangat menarik dan perlu dibuat kajian yang lebih teliti.

NISAN

Berdasarkan tanah perkuburan Banggul saya yakin adalah satu tanah perkuburan yang sangat lama, mungkin tanah perkuburan tersebut telah digunakan beratus-ratus tahun lampau, di perkuburan Banggul itu juga akan memperlihatkan kepada kita berbagai-bagai jenis bentuk batu nisan yang ganjil-ganjil serta ada pula yang berukir dan bertulis ayat-ayat Quiran yang sangat cantik dan menarik.

Dengan berakhirnya pemerintahan Cik Siti Wan Kembang yang tidak dapat dikesan di akhir pemerintahannya, maka muncullah pemerintahan Raja Abdullah di Kota Mahligai.

Pemerintahan Raja Abdullah berakhir pada tahun 1671 iaitu apabila baginda mangkat dibunuh oleh isterinya Puteri Saadong, lalu Puteri Saadong melantik pula Raja Rahim anak Raja Abdullah merajai Kota Mahligai. Tidak lama setelah Raja Rahim memerintah baginda kemudian dibunuh pula oleh rakyatnya di tepi tasik Lelayang Mandi. Dengan kemangkatan Raja Rahim maka berakhirlah pemerintahan beraja di Kota Mahligai.

Konon menurut cerita Puteri Saadong telah lama ditawan dan di bawa ke Siam (Thailand) iaitu ketika tentera-tentera Siam datang melanggar Kelantan waktu mereka mula-mula berkahwin dan bersemayam di Kota Mahligai, selepas beberapa tahun Puteri Saadong di Siam, baginda di hantar balik ke Kelantan. Alangkah terkejutnya Puteri Saadong bila mendapati yang suaminya Raja Abdullah telah berkahwin lain, maka dari punca itulh berlakunya pertengkaran dan berakhir kemangkatan Raja Abdullah dengan tikaman pacak sanggul isterinya.


Sumber:

Oleh : N A Halim (Muzium Negara)

Petikan : Mingguan Malaysia 28hb.Okt.1979

Sang Kancil Dengan Buaya

Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.

Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.

Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.

Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".

Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".

Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".

Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.

Seruling Sakti

Pada zaman dahulu terdapat sebuah pekan kecil yang sangat cantik terletak di kaki bukit. Pekan tersebut di kenali Hamelyn. Penduduk di pekan tersebut hidup dengan aman damai, tetapi sikap mereka tidak perihatin terhadap kebersihan. Pekan tersebut penuh dengan sampah sarap. Mereka membuang sampah di merata-rata menyebabkan pekan tersebut menjadi tempat pembiakan tikus. Semakin hari semakin banyak tikus membiak menyebabkan pekan tersebut dipebuhi oleh tikus-tikus.
Tikus-tikus berkeliaran dengan banyaknya dipekan tersebut. Setiap rumah tikus-tikus bergerak bebas tanpa perasaan takut kepada manusia. Penduduk di pekan ini cuba membela kucing untuk menghalau tikus dan ada diantara mereka memasang perangkap tetapi tidak berkesan kerana tikus terlampau banyak. Mereka sungguh susah hati dan mati akal bagaimana untuk menghapuskan tikus-tikus tersebut.
Musibah yang menimpa pekan tersebut telah tersebar luas ke pekan-pekan lain sehinggalah pada suatu hari seorang pemuda yang tidak dikenali datang ke pekan tersebut dan menawarkan khidmatnya untuk menghalau semua tikus dengan syarat penduduk pekan tersebut membayar upah atas kadar dua keping wang mas setiap orang. Penduduk di pekan tersebut berbincang sesama mereka diatas tawaran pemuda tadi. Ada diatara mereka tidak bersetuju oleh kerana mereka tidak sanggup untuk membayar upah yang sangat mahal. Setelah berbincang dengan panjang lebar akhirnya mereka bersetuju untuk membayar upah seperti yang diminta oleh pemuda itu kerana mereka tidak mempunyai pilihan lain.
Keputusan tersebut dimaklumkan kepada pemuda tadi, lalu dia mengeluarkan seruling sakti dan meniupnya. Bunyi yang keluar dari seruling itu sangat merdu dan mengasik sesiapa yang mendengarnya. Tikus-tikus yang berada dimerata tempat didalam pekan tersebut mula keluar dan berkumpul mengelilinginya. Pemuda tadi berjalan perlahan-lahan sambil meniup seruling sakti dan menuju ke sebatang sungai yang jauh dari pekan tersebut. Apabila sampai ditepi sungai pemuda tadi terus masuk kedalamnya dan diikuti oleh semua tikus.Tikus-tikus tadi tidak dapat berenang didalam sungai dan semuanya mati lemas.
Kini pekan Hamelyn telah bebas daripada serangan tikus dan penduduk bersorak dengan gembiranya. Apabila pemuda tadi menuntut janjinya, penduduk tersebut enggan membayar upah yang telah dijanjikan kerana mereka mengangap kerja yang dibuat oleh pemuda tadi tidak sepadan dengan upah yang diminta kerana hanya dengan meniupkan seruling sahaja. Pemuda tadi sangat marah lalu dia menuipkan seruling saktinya sekali lagi. Irama yang keluar dari seruling itu sangat memikat hati kanak-kanak menyebabkan semua kanak-kanak berkumpul di sekelilingnya. Satelah semua kanak-kanak berkumpul pemuda tadi berjalan sambil meniupkan seruling dan diikuti oleh semua kanak-kanak. Pemuda itu membawa kanak-kanak tersebut keluar dari pekan Hamelyn. Setelah Ibu Bapa menyedari bahawa mereka akan kehilangan anak-anak, mereka mulai merasa cemas kerana kanak-kanak telah meninggalkan mereka dan mengikuti pemuda tadi. Mereka mengejar pemuda tadi dan merayu supaya menghentikan daripada meniup seruling dan memulangkan kembali anak-anak mereka. Merka sanggup memberi semua harta benda yamg ada asalkan pemuda tersebut mengembalikan anak-anak mereka.
Rayuan penduduk tidak diendahkan oleh pemuda tadi lalu mereka membawa kanak-kanak tersebut menuju kesuatu tempat dan apabila mereka sampai disitu muncul sebuah gua dengan tiba-tiba. Pemuda tadi mesuk ke dalam gua itu dan diikuti oleh kanak-kanak. Setelah semuanya masuk tiba-tiba gua tersebut gaib dan hilang daripada pandangan penduduk pekan tersebut. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa oleh kerana mereka telah memungkiri janji yang mereka buat. Merka menyesal diatas perbuatan mereka tetapi sudah terlambat. Sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak berguna.
Sehingga hari ini penduduk pekan Hamelyn tidak melupakan kesilapan yang dilalukan oleh nenek moyang mereka. Menepati janji adalah pegangan yang kuat diamalkan oleh penduduk pekan Hamelyn sehingga hari ini.